Caralain, pergilah ke pasar tradisional dan cari sayur-sayuran yang tidak terlalu popular, karena biasanya sayuran tersebut ditanam dalam skala kecil dan tidak perlu menggunakan pestisida. Untuk buah-buahan, Anda juga bisa menanamnya jika punya lahan yang cukup luas, seperti mangga, jambu air, rambutan, alpukat, dan sebagainya.
Contohnyakulit buah dan sisa sayuran. Limbah organik kering Limbah ini memiliki kandungan air yang relative sedikit. Permasalah ini muncul karena kebutuhan pupuk organik yang banyak untuk mencukupi kebutuhan lahan yang luas. (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Kompos
menggunakanlimbah rumah tangga misalnya sayur-sayuran atau buah-buahan yang tidak terpakai. Selain itu juga bisa menggunakan bagian tanaman yang ada di lingkungan sekitar misalnya bonggol pisang dan rebung bambu. Hasil tersebut sering disebut dengan MOL atau Mikro Organisme Lokal. Mikro Organisme
Kulitbuah dan sayuran dari limbah organik pasar dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan air mengalir. Sebanyak 1,5 Kg limbah kulit buah dan sayuran dihaluskan dengan blender sampai menjadi bubur. Limbah organik yang sudah halus dan menjadi bubur kemudian disaring, dan dibagi ke dalam tiga wadah. 2. Proses Hidrolisis dan Fermentasi Hasil
Kulitbuah kapas dapat dimanfaatkan sebagai pengenyal makanan alami sebagai bahan dari sampah organik. Kulit buah-buahan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai ganti dari limbah organik. Penelitian terkait misalnya ditunjukkan oleh Marjenah dkk. (2018). Kulit buah yang digunakan adalah limbah kulit buah nanas, buah naga, dan buah jeruk untuk
p7p0Tdb. Ilustrasi cara membuat pupuk organik cair. Sumber Gary Barnes/ satu hobi yang sangat bermanfaat adalah merawat tanaman. Dalam perawatannya, tanaman tentunya membutuhkan nutrisi dari pupuk. Namun ternyata, cara membuat pupuk organik cair bisa dilakukan sendiri di rumah. Menurut Parnata dalam bukunya bertajuk Pupuk Organik Cair Aplikasi & Manfaatnya, pupuk organik cair sangat bermanfaat dalam menunjang nutrisi tanaman serta membantu proses pertumbuhannya. Untuk mengetahui cara membuat pupuk organik cair di rumah, mari simak artikel ini sampai Membuat Pupuk Organik CairIlustrasi cara membuat pupuk organik cair. Sumber Teona Swift/ Pupuk organik cair umumnya dapat ditemukan dengan mudah di toko penjual tanaman. Namun ternyata, pupuk ini juga bisa dibuat sendiri di rumah. Adapun cara membuat pupuk organik cair di rumah, antara Dari Kotoran HewanCara membuat pupuk organik cair yang pertama dapat dilakukan dari kotoran hewan. Untuk membuatnya, kotoran hewan bisa dicampurkan dengan air, EM4, serta gula pasir yang telah dilarutkan. Setelah seluruh bahan tersebut dicampurkan, pupuk bisa ditutup rapat dan dibuka setiap 3 hari untuk diaduk. Proses ini bisa dilakukan selama 3 Beras BasiCara membuat pupuk organik cair berikutnya adalah dengan menggunakan beras basi. Sebab, beras basi mampu difermentasi dengan sangat baik. Untuk membuatnya, beras basi sebanyak 1 kg bisa dicampurkan dengan 1 liter air serta 5 sendok gula pasir. Gula ini berfungsi untuk sebagai makanan bagi mikroorganisme yang terkandung dalam nasi basi. Setelah dicampurkan, pupuk bisa ditutup rapat, lalu dibuka sedikit setelah dua hari agar udara dari dalam wadah dapat keluar. Pada hari ketujuh, umumnya pupuk organik cair ini sudah Air Pencucian BerasCara membuat pupuk organik cair selanjutnya dapat dilakukan dengan air pencucian beras. Maka dari itu, setelah mencuci beras, jangan langsung membuang airnya, karena bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Untuk membuatnya, air cucian beras bisa dicampurkan dengan bubuk fermentasi dan gula pasir. Setelah itu, pupuk bisa disimpan dalam ruangan gelam hingga 1 sampai 2 Kulit BuahCara membuat pupuk organik cair selanjutnya dapat dilakukan dengan bahan dasar kulit buah. Sama seperti buahnya, kulit buah umumnya mengandung banyak nutrisi yang penting bagi tanaman. Untuk membuatnya, kulit buah yang telah dipotong kecil-kecil bisa dicampurkan dengan air bersih, bubuk fermentasi, serta gula pasir. Setelah itu, tutup wadah hingga rapat, kemudian buka setelah 1 hari untuk mengeluarkan udara dan tutup kembali. Setelah 14 hari, umumnya pupuk organik cair sudah siap digunakan untuk menutrisi Air Rebusan SayurCara membuat pupuk organik cair yang terakhir adalah dengan memanfaatkan air rebusan sayur. Sebab, air rebusan sayur umumnya memiliki banyak vitamin yang diperoleh dari nutrisi yang dilepaskan oleh sayur. Untuk menjadikannya sebagai pupuk, air rebusan sayur bisa langsung disiramkan pada tanaman atau dicampur dengan bubuk fermentasi serta gula pasir, kemudian didiamkan selama beberapa hari. Demikian sederet cara membuat pupuk organik cair dari berbagai bahan yang bisa didapatkan dengan mudah di rumah. [ENF]
Berbagai upaya dan kampanye sampah saat ini lebih banyak digencarkan pada pengelolaan sampah plastik yang sulit terurai. Namun, bagaimana dengan sampah organik yang kebanyakan tidak diolah kembali dan berakhir di tempat pembuangan akhir atau TPA? Menurut catatan Kinerja Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, pada tahun 2021 timbunan sampah di 207 kabupaten atau kota se-Indonesia mencapai lebih dari ton. Sekitar 40% dari jumlah tersebut adalah sampah rumah tangga dan 29,5% di antaranya adalah sisa makanan. Sebenarnya, sebelum berakhir di TPA sampah organik masih bisa diolah menjadi berbagai produk alami seperti pupuk kompos, dan bahkan eco enzyme yang belakangan mulai populer. Berbeda dengan kompos dan bokashi yang penggunaannya terbatas sebagai pupuk, eco enzyme diklaim multifungsi. Mulai dari pupuk organik, pestisida alami, hingga pembersih lantai. Apa itu eco enzyme? Jokoryanto, relawan dan salah satu pendiri komunitas Eco Enzyme Nusantara mengungkapkan bahwa cairan ini adalah hasil fermentasi dari sisa kulit buah, sayur, dan sampah organik lainnya yang dicampur dengan gula dan air. Komunitas Eco Enzyme Nusantara rutin berbagi pengetahuan tentang proses pembuatan dan pemanfaatan eco enzyme. "Bukan sampah organik, tapi bahan organik. Karena kalau sampah sudah dibuang di TPA dan kalau pakai istilah sampah itu orang jijik. Ini masih bahan organik, bahan sisa yang tidak terpakai lagi," kata pria yang dipanggil Joko kepada DW Indonesia. Joko mengatakan bahwa eco enzyme ditemukan oleh seorang ahli pertanian organik dan ahli pengobatan alternatif dari Thailand bernama Dr. Rosukon Poompanvong. "Awal mulanya Dr. Rosukon ini terlahir punya masalah kelainan darah, sejenis leukimia, dia tidak tahan dengan bahan kimia apa pun. Tapi dia bekerja di bidang pertanian dan dia merasa tidak sehat karena bahan kimia yang dipakai di pertanian. Akhirnya dia meneliti bahan alami apa yang bisa mengganti penggunaan bahan kimia tersebut," kata pria yang memulai komunitas ini sejak 2019 lalu. Masih cerita Joko, Rosukon awalnya melakukan penelitian untuk mencari alternatif dari bahan kimia untuk dipakai di pertanian organik. Namun ia kemudian malah menemukan cara untuk mengolah berbagai sisa bahan organik seperti kulit buah dan sayur dari limbah rumah tangga. "Dia sengaja tidak mematenkan eco enzyme yang diteliti selama 30 tahun ini agar bisa dibuat semua orang. Harapannya semua orang bisa mengolah sisa bahan organik rumah tangganya sendiri," saja klaim manfaatnya? Dr. Arie Srihadyastutie, dosen program studi kimia di Universitas Brawijaya, Malang, mengungkapkan bahwa larutan eco enzyme terbentuk dari proses proses fermentasi fakultatif anaerob atau fermentasi yang terjadi dengan atau tanpa membutuhkan oksigen. Proses fermentasi mulai terjadi ketika mikroba yang hidup dalam sisa bahan organik mengolah gula sebagai sumber energi dan menghasilkan berbagai enzim alami. Salah satu bakteri yang tumbuh dalam pembuatan eco enzyme adalah bakteri asam laktat yang mengubah oksigen menjadi senyawa hidrogen peroksida H2O2. Senyawa tersebut akan bersifat toksik atau beracun pada bakteri patogen atau bakteri berbahaya yang tumbuh di larutan eco enzyme. Namun dalam dosis rendah, hidrogen peroksida juga berguna untuk desinfektan. Selain hidrogen peroksida, kandungan bahan aktif di dalam larutan tersebut antara lain yakni etanol dan asam organik seperti asam astetat. Sedangkan enzim yang ada di dalamnya antara lain amilase, lipase, dan protease. "Ketiga jenis enzim itu sudah pasti ada di dalam semua jenis eco enzyme. Enzim alami lainnya pasti ada, tapi itu tergantung dari bahan organik yang dipakai." Untuk mendapatkan keragaman bakteri menguntungkan dalam satu cairan eco enzyme, Arie menyarankan agar mencampur lima jenis atau lebih banyak bahan organik dalam satu kali pembuatan cairan. Sebelum digunakan, cairan ini harus diencerkan dengan menambahkan air karena eco enzyme memiliki pH atau derajat keasaman yang rendah. Semakin rendah pH-nya, semakin cairan bersifat asam. Jokoryanto dari Eco Enzyme Nusantara mengungkapkan komunitasnya pernah beberapa kali melakukan aksi hijau untuk menjernihkan air sungai, penyemprotan tempat pembuangan sampah di Suwung, Bali, dan proses desinfektasi. "Kami pernah melakukan penyemprotan selama 1 bulan di TPA Suwung yang bau. Sehari penyemprotan menghabiskan 40 ribu liter eco enzyme. Hasilnya bagus, sudah tidak bau lagi," ucapnya diikuti tawa. Aroma akhir tergantung bahan bakunya Pada dasarnya, eco enzyme bisa dibuat dari beragam sisa bahan organik rumah tangga. Kunci pembuatan cairan ini terletak pada rasio 1310 untuk gula, bahan organik, dan air. Dina Istiqomah, dosen di Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto, mengatakan takaran tersebut adalah rasio termudah yang bisa diterapkan untuk produksi rumahan. Pembuatan eco enzyme ini bisa dilakukan dengan mencampur 10 liter air dengan 1 kg gula dan 3 kg bahan organik. Gula merah dianggap paling baik dibandingkan jenis lain lantaran tidak mengalami proses pemutihan dan pengkristalan seperti gula pasir. Proses pemutihan dan pengkristalan ini, menurut Dina, bisa berefek pada keragaman mikroba dan enzim akhir yang dihasilkan. Semua bahan ini dicampur menjadi satu wadah plastik yang ditutup rapat. Ia menyarankan untuk menghindari wadah kaca atau logam karena fermentasi akan menimbulkan gas dan asam. Proses fermentasi yang memakan waktu sekitar 3-6 bulan ini akan mengubah bahan organik, gula, dan air menjadi eco enzyme. "Lama fermentasinya tergantung daerahnya, untuk subtropis 6 bulan, tropis 3 bulan sudah bisa panen," ujar Dina kepada DW Indonesia. Setelah tiga bulan, eco enzyme akan matang dan bisa diketahui dari aromanya yang harum sesuai bahan organik asal dan aroma manis gula. Untuk menghasilkan aroma akhir yang harum, Dina menganjurkan memakai campuran 60% kulit buah dan 40% sisa sayur "Kekurangannya, bahan organiknya itu harus segar, tidak bisa yang sudah busuk. Caranya adalah dengan dikumpulkan dulu dalam plastik dan masukkan ke lemari es sampai bahan yang dibutuhkan terkumpul," ujar Dina. Ia juga mengatakan bahwa membuat eco enzyme tidak bisa menggunakan bahan organik yang keras seperti kulit singkong atau sabut kelapa. Selain itu, bahan kering, bahan berminyak, misalnya ampas kelapa juga tidak bisa dipakai lantaran kandungan lemak dan minyak di dalamnya. Bagaimana, Anda tertarik mencoba buat eco enzyme sendiri di rumah? ae
kulit buah dan sayur disebut limbah organik karena